08 November 2008

Inovatif Dengan Desain Yang Efisien

Bagi seorang arsitek, desain adalah suatu pemecahan masalah yang kreatif, terbangun dan terkendali. Langkah yang cermat akan menentukan hasil akhir yang lebih efisien dengan struktur yang lebih rapi. Efisien tidak selalu berarti minimalis atau sederhana melainkan sangat teratur sehingga menghasilkan suatu ekspresi yang modern namun juga bersahaja. Itulah pemikiran di balik desain rumah di Bandung yang ditangani arsitek Yu Sing.
Benny, pemilik rumah, sejak awal menginginkan rumah yang simpel namun tetap modern. Lahan miliknya seluas 345m2 di kawasan Bandung Utara mempunyai kontur yang lebih tinggi dari deretan rumah di depannya sehingga lantai utamanya dibuat sejajar dengan lantai dua rumah-rumah di hadapannya, sekitar 2 meter di atas permukaan jalan. Langkah ini membuat fasada rumah terlihat lebih besar dan megah sementara permainan dinding tembok diselaraskan sehingga rumah terlihat lebih anggun. Yu Sing membagi lahan tersebut menjadi dua bagian, yaitu taman di sebelah kiri dan rumah di sisi kanan, memanjang ke belakang. Demi memenuhi kebutuhan keluarga Benny, sang arsitek membagi lagi lahan taman dengan membuat massa tambahan yang akan diisi ruangan tamu di lantai dasar dan kamar anak di lantai atas. Organisasi ruangan dengan demikian tampak lebih tegas, yaitu area servis di lantai basement, semi privat di lantai dasar dan ruangan privat di lantai paling atas. Selain itu sisi rumah sebelah Barat mendapatkan sinar matahari sore.
Ruangan keluarga di lantai dasar menyatu dengan ruangan makan dan pantri yang didesain dalam satu void sehingga terasa lebih luas. Lantai atas terdiri dari kamar tidur kamar utama di belakang dan kamar anak di depan. Kamar-kamar tersebut dipisahkan oleh void dan dihubungkan oleh selasar yang efisien Adapun ruangan piano yang mengisi lantai atas merupakan ruangan multifungsi.
Taman belakang ini berwujud huruf “L”. Di sini lantai kayu di dek patio dan kolam ikan menjadi fokus Yu Sing membuat air terjun yang menyerupai tirai hujan pada kolam ikan tersebut. Sang arsitek berkata, “Unsur air dan alam ini mempertegas konsep rumah tropis serta melembutkan nuansa di taman ini.” Lantai semiprivat yang diberi suguhan pemandangan taman tersebut terasa lebih terang berkat pintu geser berkaca lebar, sekaligus memperbesar ventilasi alami. Pada sudut-sudut tertentu Yu Sing menerapkan warna tertentu di tembok, seperti warna coklat di ruangan tamu serta warna merah muda di tembok yang menghadap ke taman supaya nuansanya terasa lebih “hidup.” Berkat kepiawaian sang arsitek serta kerja sama dengan tim kontraktornya, rumah tropis kontemporer ini tidak hanya memiliki ekspresi arsitektur yang unik tetapi juga efisiensi struktur yang tinggi. (Yosi Wyoso)

06 November 2008

Gaya Minimalis dalam Arsitektur

Arsitektur minimalis yang tengah marak saat ini sebenarnya bukan bentuk arsitektur baru. Sejak awal tahun 1920-an sampai bersinar kembali pada tahun 1990-an, telah hadir dengan faktor pemicu, interpretasi dan aplikasi ”simplicity” yang khas dari satu arsitek dengan arsitek lainnya.

Sebenarnya, Le Corbusier dan Ludwig Mies van der Rohe adalah dua dari sekian banyak arsitek yang memberi pengaruh warna kesederhanaan (simplicity) yang signifikan dalam dinamika arsitektur minimalis sejak dulu hingga kini.

Kritikus seni Juan Carlos Rego dalam buku Minimalism: Design Source (Page One, Singapore, 2004) mengungkapkan, minimalis merupakan pendekatan estetika yang mencerminkan kesederhanaan. Fenomena ini tumbuh di berbagai bidang, seperti seni lukis, patung, interior, arsitektur, mode, dan musik. Akan tetapi, awal pertumbuhan dan faktor pemicu tumbuhnya di berbagai bidang bersifat khas dan tidak dapat digeneralisasi.

Minimalis dalam seni lukis dan patung dikenal dengan sebutan Minimal Art, ABC Art, atau Cool Art. Pancaran kesederhanaan Minimal Art dapat dirasakan dari ungkapan pelukis Frank Stella, ”What you see is what you see.”

Minimal Art berkembang di Amerika pada tahun 1960-an sebagai reaksi terhadap aliran abstrakt-ekspresionisme yang mendominasi dunia seni tahun 1950-an. Abstrakt-ekspresionisme mengekspos nilai emosi individual, sedangkan Minimal Art mengekspos nilai universal melalui bentuk abstrak dan geometris dalam komposisi matematis.

Pasang-surut

Minimalis dalam arsitektur menekankan hal-hal yang bersifat esensial dan fungsional. Bentuk-bentuk geometris elementer tanpa ornamen atau dekorasi menjadi karakternya. Mengacu pada pendapat Carlos Rego itu, dapat dikatakan arsitektur minimalis mulai tumbuh pada awal abad ke-20 yang dikenal sebagai abad Modern, abad yang diramaikan berbagai kemajuan sebagai dampak dari Revolusi Industri.

Inovasi berbagai material bangunan seperti baja, beton, dan kaca, standardisasi dan efisiensi memberi tantangan baru dalam dunia rancang bangun. Beragam pemikiran dikemukakan para arsitek di daratan Eropa maupun Amerika. Pada saat itu pun mereka tengah berusaha mencari format arsitektur baru yang mencerminkan semangat zaman dengan mencoba meninggalkan pengaruh arsitektur klasik.

Ada kelompok arsitek yang memaknai kemajuan zaman itu dengan tetap mempertahankan spirit dekoratif arsitektur klasik, tetapi menggunakan motif nonklasik. Contohnya, arsitektur Art Deco tahun 1920-an.

Ada juga yang mengeksplorasi bentuk geometri murni dan antidekorasi, seperti terlihat pada karya Le Corbusier pada tahun 1920-an. Ada juga yang mengeksplorasi integrasi kemajuan industri, teknologi dalam arsitektur, dan antidekorasi, seperti terlihat pada karya Ludwig Mies van der Rohe. Dua kelompok terakhir yang menyiratkan bentuk elementer, fungsional, dan antidekorasi ini dapat disebut sebagai arsitektur minimalis.

Seiring dengan perjalanan waktu, pengintegrasian kemajuan industri dan teknologi dalam arsitektur mendominasi arah perkembangan arsitektur. Kehadirannya yang terasa di berbagai belahan dunia membuatnya dijuluki sebagai International Style.

Jenuh

Akan tetapi, lama-kelamaan masyarakat menjadi jenuh dengan gaya yang seragam. Bentuk dan pemikiran baru dalam arsitektur pun kembali digali.

Pada akhir 1970-an mulai muncul arsitektur Postmodern sebagai reaksi atas keseragaman International Style. Postmodern membuka peluang terhadap bentuk, ornamen arsitektur klasik menjadi bentuk yang imajinatif. Pada tahun 1980-an muncul arsitektur Dekonstruksi yang ”seolah-olah” mendobrak kesatuan dan harmoni salah satu pakem komposisi sebuah desain.

Lagi-lagi, orang menjadi jenuh dengan arsitektur Postmodern dan Dekonstruksi. Kedua tren yang mengolah sudut tegas bentuk geometris menjadi sesuatu yang lebih kompleks ini mendorong orang kembali kepada sesuatu yang esensial, arsitektur yang mengandalkan bentuk geometris murni, elementer, sudut tegas dalam nuansa warna netral atau putih.

Tahun 1990-an oleh Kliczkowski dianggap sebagai titik balik bersinarnya kembali arsitektur minimalis, seperti yang diungkapkan dalam bukunya, Maximalism Maximalismo (Loft Publication, Spain, 2003).

Le Corbusier dan Van der Rohe

Kehadiran kembali arsitektur minimalis saat ini maupun keberadaannya pada masa lampau tidak terlepas dari pengaruh Le Corbusier dan Ludwig Mies van der Rohe.

Ungkapan Mies van der Rohe ”Less is more” (1923) yang sangat terkenal dianggap sebagai penanda keberadaan arsitektur minimalis hingga saat ini.

Farnsworth House, rumah peristirahatan milik Edith Farnsworth, Fox River, Illinois (1949-1951), dan Seagram Building merupakan contoh aplikasi ungkapan Van der Rohe. Kemewahan tumbuh dari kesederhanaan tatanan ruang dalam open plan dan keapikan dari susunan detail struktur dan arsitektur. Penyelesaian secara struktural dan arsitektural kolom baja, balok baja, pelat datar, dan dinding masif, transparan pada bangunan itu sendirilah yang menjadi ”dekorasi”.

Purisme merupakan pemikiran Le Corbusier yang menyatakan bahwa bentuk-bentuk murni seperti bola, kubus, dan piramida mempunyai hukum estetika yang abadi (1920-an). Villa Savoye di Poissy merupakan salah satu refleksinya.

Secara visual, vila ini terbentuk dari komposisi bentuk geometris. Tidak terdapat unsur dekoratif. Bagi Corbusier, dekorasi hanyalah taktik untuk menyembunyikan kesalahan pembangunan.

Selain komposisi bentuk geometri yang menjadi ciri karyanya, Corbusier menampilkan elemen unik, yaitu penggunaan ramp sebagai pengganti tangga atau jembatan. Sesuatu yang belum lazim saat itu, tetapi saat ini menjadi elemen arsitektur yang memberi warna tersendiri bagi arsitektur minimalis.

SANTI WIDHIASIH Arsitek, Tinggal di Bandung

03 November 2008

Arsitektur Sebagai Fase Kehidupan dan Transisi

Penerapannya bergantung pada beragam aktivitas penghuni pada setiap episode kehidupannya. Implementasinya berupa ruangan-ruangan yang lebar-lebar, menerus, dan menembus. Beberapa ruangan terlihat terlalu luas dan ada juga yang terlalu kecil bila dibandingkan dengan ruangan-ruangan lainnya. Namun lebih daripada itu, nilai fungsilah yang lebih berperan sehingga ruangan tamu, ruangan makan, dapur, ruangan duduk dan selasar di dalam bangunan memiliki dimensi ruang yang cukup besar dibandingkan dengan ruangan tamu misalnya. Ruangan tamu dirancang dengan ukuran sedang karena memang kebutuhannya tidak terlalu mendesak. Sebaliknya, ruangan penerima (foyer) di rumah tinggal ini ternyata cukup besar, mengikuti ruang-ruang lainnya.Dengan demikian fungsi utama ruangan penerima sebagai ruangan transisi, mengambil peran yang cukup penting sebagai bagian dari program ruang yang ideal.
Ruangan duduk untuk menonton televisi, ditempatkan di samping tangga bangunan. Letak ruangan ini sebenarnya berada di posisi koridor bangunan menuju bukaan samping, sehingga tampak semi publik meskipun tertutup akses publik ke bukaan samping. Pada intinya, sistem karya Evan untuk proyek rumah tinggal ini layak dijadikan acuan yang ideal. Konsepnya memungkinkan aktivitas yang lugas, leluasa dan terbuka terhadap perubahan pola penataan interior ruangan yang diterapkan dalam perancangan ruangan dan furnitur-furniturnya.


Yuli Andyono

Implementasi Dasar Arsitektur

Pada intinya, pergerakan metode berkonsep arsitektur memiliki kecenderungan kembali ke dasar. Ketika modus eksperimental sudah kerap dilakoni arsitek, bukan tidak mungkin pendekatannya akan kembali ke dasar dan lebih sederhana. Sejauh-jauhnya proses kreatif sang arsitek dalam perjalanan karyanya, pasti ada titik balik yang membuatnya kemudian lebih menghargai nilai-nilai dasar. Sebab, proses eksperimen memerlukan uji coba, cek dan keseimbangan, mulai dari bahan, teknologi serta falsafah ruang dan bangunan. Jika tidak, eksperimen tinggallah cerita karena dapat menghilangkan aspek fungsional.
Pada proyek rumah tinggal karya arsitek Evan Davin Lee di kawasan Pantai Mutiara, Jakarta Utara ini, tecermin kepeduliannya terhadap sejarah sosial dan kondisi asli geografis lahan. Letak lahan yang diapit oleh laut dan perairan kanal, menggerakkan Evan kepada konsep arsitektur yang “rigid” dan adaptif terhadap angin, panas, dan kelembapan udara. Sebagai benteng terhadap ruang-ruang dalam, bagian kulit bangunan dibuat tebal, berlapis-lapis serta memaksimalkan ruang-ruang berongga. Sistem tarik ulur terhadap ketebalan dinding dan unsur transparan ini justru untuk menyikapi kondisi geografis lahan.
Bagian yang transparan dan terbuka, dikondisikan untuk ventilasi silang yang berguna untuk aliran udara angin laut. Angin laut bergerak dari bagian depan bangunan yang menghadap ke laut menuju ke belakang bangunan yang menghadap ke perairan kanal. Pada saat-saat tertentu, angin laut berhembus cukup kencang yang membutuhkan dinding penahan yang solid diantara bukaan-bukaan dan dinding transparan. Oleh Evan dirancanglah permainan dinding fasada yang cukup beragam dan menyiratkan pembagian ruang-ruang dalamnya. Sebelum merencanakan pengaturan ruangan dalam, bangunan dinaikkan dua meter untuk mendapatkan lantai dasar. Titik nol lantai, difungsikan untuk garasi dan ruang-ruang servis. Dari pintu masuk menuju garasi terus terhubung ke bagian belakang bangunan yang menghadap kanal.
Pada bagian belakang bangunan, pemilik menginginkan area yang terbuka ini difungsikan sebagai dek untuk tempat duduk-duduk santai yang cukup luas. Dek ini memiliki ketinggian sekitar 90cm – 1m di atas permukaan air kanal. Dek ini juga berguna sebagai tempat menepi kapal motor pribadi yang dimiliki oleh sebagian besar penghuni kawasan ini. Sebagai tempat bersantai pribadi yang menerapkan desain yang ramah, Evan tidak lupa melengkapinya dengan air terjun yang mengalir pada dinding pembatas. Ketika malam tiba, dinding air terjun ini tampak indah diterangi cahaya temaram dari pencahayaan tidak langsung pada bagian atas dinding dan lampu sorot yang ditanam di bagian bawah. Bagian depan bangunan didominasi dengan area transparan.
Fungsinya untuk memaksimalkan bingkai pemandangan laut sebagai vista ruangan dalam. Daerah ini dilengkapi dengan titik-titik lampu dan sistem pencahayaan utama yang mampu memberi “jiwa” pada keseluruhan bangunan.

Yuli Andyono

02 November 2008

Arsitektur Beriklim Bio

Beberapa arsitek dunia percaya bahwa bangunan yang responsif terhadap iklim adalah bangunan yang berhasil.Hal ini terdapat di rumah tinggal Riadi Rizal Basjrah yang benar-benar dinikmati oleh anggota keluarganya. Julukan arsitektur beriklim bio telah populer pada tahun 50’an dan mengingatkan kita pada proyek-proyek dari Frank Lloyd Wright. Biasanya arsitektur yang menganut prinsip demikian ditandai pemakaian banyak materi kayu, teras-teras atau balkon yang memberikan bayangan pada bangunan. Di samping itu bangunan ini banyak memiliki unsur penyejuk melalui pengudaraan alami. Riadi Rizal Basjrah seorang insinyur pertanian alumni IPB, termasuk orang yang kreatif dan memiliki minat yang besar terhadap dunia arsitektur. Kecintaannya terhadap keindahan bangunan serta aspek-aspek fungsional yang mengikutinya, diimplementasikannya pada bangunan rumahnya. Hal ini dipelajarinya secara otodidak. Pada akhirnya, ia mencapai apa yang selama ini diidam-idamkannya yaitu mampu mengembangkan ide dan mewujudkan desainnya secara konseptualnya. Hasilnya adalah sebuah hunian yang secara khusus mendapat perhatian maksimal dalam proses pembangunannya. Program ruang-ruang, fungsi setiap ruang dan pemakaian bahan bangunan yang tepat mampu beradaptasi terhadap iklim tropis. Karya ini merupakan representasi karya arsitektur yang berarsitektur dan beriklim bio di negara tropis seperti Indonesia ini. Konsep bangunan rumah ini bisa digolongkan cukup baik secara ekologis dan harmonis terhadap lingkungannya sehingga mampu mengurangi biaya konsumsi energi yang sekaligus memberi keuntungan pada pemiliknya. Sejumlah uji coba dilakukan oleh Riadi Rizal Basjrah dan tim perancang dengan mengkaji potensi bangunan, iklim dan lingkungan tempat bangunan ini berada, serta pengolahan bahan dari alam untuk ditingkatkan kegunaannya. Hal tersebut terlihat pada teknik inovatif pembentuk setiap unsur pendukung bangunan seperti daun pintu yang dilapisi oleh kayu kelapa anyam yan dekoratif. Ukuran daun pintu lebih besar dari ukuran standar yang dimaksudkan untuk keleluasaan bagi penghunibangunan. Hal lain yang menarik dari rumah ini adalah komposisi letak ruang yang tampil manis dan harmoni sesuai dengan karakter pemiliknya. Oleh Riadi, sedapat mungkin semua ruangan digunakan secara efektif, mulai dari ruangan duduk tamu, ruangan keluarga, kamar-kamar tidur, ruangan musik, ruangan bermain anak, teras, ruangan makan, dapur bersih, dapur kotor, halaman rumah, ruang bawah tangga bahkan garasi. Dengan demikian kita melihat ukuran ruangan tamu cukup mungil dan efisien dengan diisi hanya dengan satu sofa dan satu meja kopi. Ruangan tamu ini memiliki “wewenang” ruang karena berada pada level yang lebih rendah dari ruangan lain di dalam rumah. Pemisahan ruang ini dengan ruang lainnya menggunakan undakan 5 anak tangga yang menuju ruangan duduk keluarga. Ruangan duduk merupakan yang paling lapang karena keinginan Riadi untuk memberikan tempat yang cukup untuk menampung seluruh keluarga besar bila berkumpul. Sisi kiri ruangan memiliki bukaan berupa pintu-pintu dan jendela yang mengarah ke halaman belakang. Bukaan tersebut saling menyilang dengan bukaan yang dikondisikan pada ruangan musik di depan ruangan duduk keluarga. Pada awalnya, ruangan musik ini merupakan teras yang menghubungkan balkon di depan rumah dan halaman belakang. Dengan alas an tertentu teras ini diubah menjadi ruangan musik semi terbuka yang sangat nyaman. Satu bagian bidang dindingnya dilapisi kaca cermin, sehingga refleksinya tampak ke seluruh ruangan utama di dalam rumah yang memberi efek lebih lega pada ruangan.

Antara ruangan musik dan ruangan duduk keluarga dipisahkan oleh dinding pembatas solid ditengah ruang. Dinding ini sekaligus dipakai sebagai latar belakang televisi. Kedua sisi yang tidak dibatasi dinding, dipasang partisi berupa pintu sorong yang dilapisi bilah-bilah kayu yang dikombinasikan dengan kaca cermin. Maka, ketika pintu sorong ini ditarik keluar, terciptalah dinding partisi yang cantik dan bergaya. Ruangan makan yang terletak di samping ruangan duduk keluarga juga tidak luput dari perhatian tim perancang. Ruangan ini menyatu dengan ruangan keluarga dan terhubung pula dengan ruangan duduk tamu dengan undakan. Ketika ada acara berkumpul bersama, pemilik rumah dapat menyediakan ruangan yang memadai. Disamping itu ruangan-ruangan lain di dalam rumah tampil harmonis satu sama lain serta fungsional. Memang Riadi ingin agar setiap penghuni dapat memakai ruang-ruang yang sudah diciptakan tersebut. Setiap jalur antar ruang dibuat sirkulasi sehingga hampir semua ruang terhubung langsung sesuai dengan irama aktivitas penghuni sehari-hari. Inilah yang disebut rumah beriklim bio, yang dibangun Riadi sebuah rumah tinggal yang sehat, nyaman, aman dan indah untuk keluarganya

Yuli Andyono

Detikcom

Liputan6